Seorang gadis remaja bernama Hannah Baker bunuh diri dan meninggalkan tiga belas rekaman dalam tujuh kaset untuk orang-orang di dalam daftarnya. Menurutnya, orang-orang inilah penyebab Hannah bunuh diri. Clay Jensen, cowok yang satu sekolah dengannya juga mendapat kaset rekaman itu. Namun Clay tidak merasa pernah berbuat salah kepada Hannah. Dalam kebingungannya, Clay pun mendengarkan satu persatu kaset Hannah serta mendatangi tempat-tempat yang disebutkan dalam kaset-kaset rekaman itu. Sebenarnya, apa salahnya sampai Hannah bunuh diri? ***** Thirteen Reasons Why diceritakan dari dua sudut pandang: Hannah dan Clay. Berbeda dengan versi filmnya, yang menceritakan Thirteen Reasons Why dari sudut pandang setiap orang yang ada dalam kaset. Menurutku sih, karakter-karakternya terasa lebih hidup di film karena penonton diajak menelusuri latar belakang dan kepribadian setiap orang. Namun, dalam buku, jalan ceritanya terasa lebih fokus pada kaset-kaset Hannah.
Satu hal dalam buku ini yang terasa kurang sreg untukku adalah narasi ceritanya. Narasi antara cerita Hannah dan kehidupan nyata Clay berganti-ganti dengan cepat sehingga awalnya terasa memusingkan. Waktu lagi asyik membayangkan cerita Hannah, muncul narasi dari Clay sehingga aku harus berhenti sebentar untuk membayangkan apa yang sebenarnya terjadi. Namun, secara keseluruhan kehidupan Clay menyatu dengan cerita Hannah sehingga lama-lama tidak terasa mengganggu.
Kalau Thirteen Reasons Why versi film dipenuhi dengan intrik kehidupan Clay dan interaksinya dengan orang-orang yang mendapat kaset Hannah, Thirteen Reasons Why versi buku hanya fokus pada alasan-alasan Hannah bunuh diri. Menurutku, versi bukunya terasa lebih mendidik dan menginspirasi dibanding filmnya. Lewat alasan-alasan Hannah, aku banyak belajar tentang efek bola salju (satu hal memengaruhi hal lainnya), juga tentang memberi perhatian pada seseorang yang mengalami depresi seperti Hannah. Dalam Thirteen Reasons Why terbitan Spring ini, pembaca akan menemukan banyak bonus. Ada pengantar dari Jay Asher, cerita-cerita saat Jay melakukan research untuk novelnya, halaman-halaman dari catatan Jay Asher dalam proses penulisan, juga pertanyaan-pertanyaan yang bisa kamu renungkan atau diskusikan setelah kamu selesai membaca novelnya. Selain itu, kamu juga akan mendapat peta Hannah Baker. Jadi, makin terbayang deh ceritanya.
Untukku pribadi, Thirteen Reasons Why adalah novel yang penuh makna dan pembelajaran. Inspirational. Kisah-kisah Hannah membuatku belajar bahwa perhatian sekecil apapun berarti. Orang-orang perlu tahu kalau mereka memiliki harapan dan orang-orang yang masih menyayangi mereka, mau mendengarkan mereka, dan dapat menjadi tempat yang aman jika mereka ingin menceritakan masalahnya.
My Ratings : 4.5/5
.
"Tapi bagiku, luka itu lebih dari sekedar cakaran.
Luka itu adalah tonjokan di perut dan tamparan di muka.
Luka itu adalah tikaman di punggungku karena kau lebih percaya
rumor omong kosong daripada kenyataan yang kau ketahui.
Sebab sebagian dari luka itu tidak bisa dilihat secara kasatmata."
- Thirteen Reasons Why, hal 82
Comentarios